Thursday, February 6, 2014

Kaset Film Radiologi

PENGERTIAN
Merupakan kotak segi empat panjang yang mempunyai berbagai ukuran seperti 18 x 24 cm2, 24 x 30 cm2, 30 x 40 cm2, 35 x 35 cm2, 35 x 43 cm2. Kaset berfungsi sebagai alat transport film dari kamar gelap ke ruang foto sinar-x (unexposed) atau ruang foto sinar-x ke kamar gelap. Kaset terbagi 2 bagian yang dihubungkan oleh engsel :

a. Bagian Depan Kaset
• Bahan yang mudah ditembus oleh sinar-x.
• Aluminium, plastik dengan bingkai dari logam kuat.
• Tersedia ruang untuk screen/layar pendar.

b. Bagian Belakang Kaset
1) Lead lining
Terbuat dari logam kuat, bagian dalam diberi cat timbal untuk mencegah/menyerap back scatter.

2) Lead backing
Logam dengan lempeng timbal yang berfungsi menyerap sinar primer.

3) Non lead lining
Terbuat dari bahan yang mudah ditembus sinar x yang digunakan untuk radio flouroskopi

Ketiga jenis tersebut diberi bantalan yang letaknya menempel pada cat timbal/langsung pada bagian belakang yang berguna untuk menekan screen berhimpit dengan film. Semua jenis tersebut terbuat dari bahan “felt” & busa/karet.

2. CIRI KASET BAIK
• Ringan dan mudah dibawa.
• Struktur kuat.
• Tidak mudah rusak.
• Bagian depan harus memiliki kesamaan radiolusen untuk menghilangkan artefak.
• Bagian belakang terdapat lembaran timbal untuk menyerap sinar hambur.
• Memiliki busa penekan untuk merapatkan film dengan screen.
• Bentuk sedemikian rupa sehingga pemakaian mudah & tidak melukai pasien.

3. BENTUK / JENIS KASET
1) Konvensional
Kaset yang sering digunakan seperti 18 x 24 cm2, 24 x 30 cm2, 30 x 40 cm2, 35 x 35 cm2, 35 x 43 cm2.

2) Bentuk Kurva
Kaset yang digunakkan untuk memotret bagian tubuh karena anatomi / patologi tidak lurus, seperti rahang, lutut, bahu.

3) Film Changer
Mempunyai bentuk & ukuran lebih besar agar dapat memuat hingga 5 buah kaset. Bagian atas terbuat dari bahan yang mudah ditembus sinar-x & dilengkapi grid/lisolom. Digunakan untuk pemeriksaan secara berurutan tanpa henti (sekon)seperti pembuluh darah dan jantung. Bagian bawah kaset dilengkapi pegas untuk mendorong kaset naik ke atas.

4) Kaset Foto Timer

a) Foto electric cells 
Jika densitas (nilai kehitaman) pada daerah yang diperlukan sudah mencapai takaran tertentu, maka alat ini akan menghentikan eksposi
b) Ionization chamber
Jika jumlah radiasi pada daerah yang dituju sudah tercapai, maka alat ini akan menghentikan eksposi

Kedua jenis ini merupakan automatic exposure dan terletak sensor alat ini terletak di belakang kaset. Pada bagian depan & belakang harus radiolusen.

5) Kaset dengan Grid / Lisolom
• Menjadi satu dengan kaset
• Berat
• Mahal
• Kurang populer 

6) Kaset Fleksibel
Pada bidang Industri digunakan untuk potret pipa/saluran dan pada bidang kesehatan digunakan untuk panoramik gigi, opg (rahang).

7) Kaset Non Screen (Amplop)
8) Kaset Mammografi
9) Kaset CT Scan
10) Kaset Kedokteran Nuklir
11) Imaging Plat
12) Dental Film

4. PEMERIKSAAN KASET BERKALA
Bagian yang harus diperiksa pada kaset secara berkala adalah Engsel, kuncian, jepitan ID pasien, screen, kedudukan screen, dan bantalan. Kebersihan kaset bagian luar dapat dibersihkan dengan alkohol atau perihidariol.

5. PEMELIHARAAN KASET
• Saat pemasukan/pengambilan film dari kaset, jangan terlalu terlalu terbuka untuk menghindari debu masuk ke kaset dan kaset dibuka sekitar 6-8 cm.
• Kaset disimpan seperti buku & kosong dari film. 
• Jaga kebersihan dari debu, benda asing, dan cairan kimia.
• Hindari kaset jatuh.
• Hindari bagian dalam dari goresan debu, benda tajam, kuku, percikan cairan bahan pemroses film (seperti develpoer / fixer).

6. KEBERSIHAN KASET
a. Luar
• Bagian luar harus dibersihkan tiap hari.
• Gunakan Alkohol untuk membunuh kuman penyakit pada kaset.
• Gunakan Perihidariol untuk membersihkan noda darah pada kaset.
• Hindari timbulnya artefak pada film.

b. Dalam 
• Bahan yang digunakan adalah sikat halus, sabun mandi, atau cotton wool.
• Gosokan cotton wool (basah) yang sudah bersabun dengan gerakan angka “8” pada permukaan screen.
• Gosokan cotton wool (kering) untuk bersihkan screen hingga kering.
• Sementara kaset dengan posisi berdiri di meja kamar gelap.
• Jika screen digosok dengan gerakan searah akan menimbulkan “elektrostatis”.
• Jangan dibersihkan dengan air pam / larutan pembersih sembarangan.
Bersihkanlah kaset hingga tidak ada noda mineral, tidak lengket, dan tidak elektrostatik.

7. PELEKATAN SCREEN PADA KASET
Bila ingin merekatakn screen baru, sisi pinggir harus telah dilengkapi strip perekat. Kemudian kaset bagian dalam dibersihkan. Proses yang pertama screen dilekatkan dan bagian depan screen berhadapan dengan kaset bagian belakang. Setelah itu penutup perekat dilepas sehingga menempel. Bila screen lama terlepas, harus dilekatkan kembali dengan kedudukan yang benar. Gunakan lem pelekat yang aman terhadap fosfor screen yang tidak mengandung bahan kimia / radioaktif.

8. MENGOSONGKAN FILM DARI KASET
• Letakan kaset di atas meja dalam. front kaset menghadap meja.
• Lepaskan kunci kaset dan back kaset menempel meja.
• Front kaset dinaikan sedikit agar film dapat keluar/lepas.
• Salah satu pojok film dipegang (jangan dengan kuku), dicetak ID pasien pada film.
• Kemudian film dimasukan ke alat automatik (Automatik).
• Dijepitkan pada hanger (manual).
• Kaset ditutup, letakan pada tempatnya.

9. MENGISI FILM DARI KASET
• Front kaset menghadap meja.
• Kunci dilepas, back kaset menghadap meja.
• Box film dibuka, ambil film, arahkan film terbaring di atas screen.
• Back kaset ditutup & dikunci.
• Box film ditutup kembali.

film radiografi

Film rontgen adalah film yang digunakan sebagai tempat terciptanya gambar radiograf dalam ilmu radiologi. 
Adapun jenis-jenis film sinar x terbagi atas:

1. Jenis film menurut lapisannya.
2. Jenis film menurut sensitivitasnya.
3. Jenis film menurut butir emulsi.

A. Jenis Film Menurut Lapisannya

Film sinar x tersusun atas:
• Base (dasar film)
• Subratum (perekat film)
• Emulsi
• Supercoat (pelindung film)

Adapun Jenis film sinar x menurut lapisannya dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Single Side


Single side adalah film sinar x dengan satu lapisan emulsi dimana lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan hanya pada satu sisi dasar film (base) saja.

Karena emulsi hanya pada satu sisi dari dasar film (base) setelah film diproses dan kering terlihat film menjadi melengkung ke arah emulsi dan hal ini sangat mengganggu. Untuk mencegah hal ini baik film yang flat atau datar dan rol diperlukan bahan lain “gelatin” yang direkatkan pada sisi lain dasar yang sifatnya mengkerutan film ke arah berlawanan bahan tersebut dikenal dengan non curl backing. 

Contoh dari film single side adalah mamography film. Pada awal dilakukannya pemeriksaan mammografi yaitu menggunakan film dengan kaset non screen. Dengan menggunakan kaset non screen pada pemeriksaan mammografi, radiasi sinar-X yang setelah menembus obyek langsung menembus pada film tanpa melewati intensifying screen terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran dari mammae yang optimal dibutuhkan dosis radiasi yang tinggi. Namun kualitas gambar dari gambaran mamae yang dihasilkan rendah. Pada tahun 1970 diperkenalkan oleh perusahaan Du Pont dan Kodak yaitu penggunaan kombinasi film dan screen pada pemeriksaan mammografi. Film yang digunakan untuk pemeriksaan mammografi adalah film yang single emulsi dan kaset yang digunakan adalah kaset dengan single screen. Penggunaan jenis film tertentu memiliki tujuan untuk kualitas gambaran yang di harapkan agar dapat memberikan informasi mengenai keadaan suatu objek yang diperiksa, sehingga membantu proses tindakan medis selanjutnya berdasarkan klinis pemeriksaan. Mammografi merupakan pemeriksaan radiografi yang di lakukan secara khusus untuk mendeteksi keadaan patologi dari organ payudara. Penggunaan film pada mammografi berperan sebagai pencetak bayangan dengan adanya perpindahan informasi dari sumber sinar – x hingga hasil berupa gambaran sampai ke radiolog.

2. Double Side

Double side adalah film sinar x dengan dua lapisan emulsi, dimana lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan pada kedua sisi dari dasar film (base).
Beberapa keuntungan film Double Side :

1. Meningkatkan kepekaan
Karena emulsi pada kedua permukaan dasar film →gambar terjadi bersamaan pada dua lapis emulsi dan bila dilihat dengan viewer kedua gambar bertumpuk menjadi satu → sehingga penghitaman oleh atom perak juga menjadi dua kali.

Meningkatnya kepekaan dapat mengurangiu waktu eksposi & mengurangi kemungkinan pengaburan karena faktor bergeraknya pasien, sehingga dapat mengurangi dosis radiasinya juga.

2. Peningkatan nilai kontras
Kontras adalah perbedaan derajat hitam terhadap putih (gelap terhadap terang). Dengan dua emulsi nilai kontras juga menjadi dua kali dibanding dengan satu lapis emulsi.

B. Jenis Film Menurut Sensifitasnya

Salah satu perkembangan teknik radiografi yang sangat revolusioner dan dapat mengurangi dosis radiasi pada pasien adalah ditemukan intesifying screen yang tergantung dari jenis screen dan jenis film yang dipakai, dapat mengurangi dosis radiasi sebesar faktor 15 – 500, dimana jenis intensifying rare earth screen (gadolinium dan lanthanum) menunjukkan effisiensi dosis 3 sampai 5 kali lebih baik dibanding dengan calcium tungstate screen. 

PTC ( Percutaneus Transhepatic Cholangiografi )

Bryan, 1987
PTC ( Percutaneus Transhepatic Cholangiografi ) adalah pemeriksaan secara radiografi untuk memperlihatkan tractus billiary dengan memasukkan bahan kontras media positif menuju ductus intra hepatica yang dimasukkan melalui jarum secara transhepatic.

Evans, 196
 PTC ( Percutaneus Transhepatic Cholangiografi ) adalah istilah yang digunakan pada metode ketiga untuk mengerjakan tindakan pembedahan sebelum operasi, serta untuk mengeksplor tractus billiari. Metode ini hanya digunakan untuk pasien tertentu seperti untuk pasien yang mengalami jaundice ketika sistem saluran tersebut tidak bisa bekerja sama dengan yang lain.

Percutaneous Transhepatic Choledochography adalah pemeriksaan radiografi invasive pada duktus biliaris dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa. Sangat berperan terutama pada membedakan obstruksi jaundice dan non obtruksi dan digunakan untuk menentukan posisi, ukuran dan penyebab obstruksi.


Prinsip kerja DR



Prinsip kerja Digital Radiography (DR) atau (DX) pada intinya menangkap sinar-X tanpa menggunakan film. Sebagai ganti film sinar X, digunakan sebuah penangkap gambar digital untuk merekam gambar sinar X dan mengubahnya menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau dicetak untuk dibaca dan disimpan sebagai bagian rekam medis pasien.

Kelebihan dan Kekurangan Digital Radiography
Kelebihan yang dimiliki digital radiography antara lain:
a. Cepat dan efisien karena tidak membutuhkan kamar gelap untuk pencetakan gambar.
b. Hasil lebih akurat.
c. Sistem sinar-X (pesawat) dapat tetap digunakan dengan dilakukan moifikasi.
d. Tidak membutuhkan ahli komputer karena perangkat lunak yang digunakan untuk mengatur image mudah digunakan.
e. Angka penolakan film dapat ditekan.
f. Dapat digunakan untuk radiografi mobile X-Ray unit dengan detektor digital (flat digital).

Kekurangan digital radiography antara lain :
a. Dibutuhkan dana yang besar untuk mengganti fasilitas radiografi konvensional menjadi digital.
b. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat diperbaiki.
c. Walaupun diklaim dapat mengurangi dosis yang diterima pasien, digital radiografi justru lebih sering meningkatkan dosis pasien, karena
- Over eksposure tidak akan terdeteksi (dapat dikurangi dengan mudah dalam proses komputer). Sehingga radiografer cenderung menambah faktor eksposi.
- Pengulangan pemeriksaan (sebelum dicetak) tidak akan menambah jumlah film yang digunakan, sehingga menurunkan tingkat kehati-hatian radiografer.

Digital Radiografi

1. Pengertian
Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.
2. Komponen Digital Radiography
Sebuah sistem digital radiographi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X-ray source, detektor, Analog-Digital Converter, Computer, dan Output Device.
A. X-ray Source
Sumber yang digunakan untuk menghasilkan X-ray pada DR sama dengan sumber X-ray pada Coventional Radiography. Oleh karena itu, untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu mengganti pesawat X-ray.
B. Image Receptor
Detektor berfungsi sebagai Image Receptor yang menggantikan keberadaan kaset dan film. Ada dua tipe alat penangkap gambar digital, yaitu Flat Panel Detectors (FPDs) dan High Density Line Scan Solid State Detectors.
1) Flat Panel Detectors (FPDs)
FPDs adalah jenis detektor yang dirangkai menjadi sebuah panel tipis. Berdasarkan bahannya, FPDs dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Amorphous Silicon 
Amorphous Silicon (a-Si) tergolong teknologi penangkap gambar tidak langsung karena sinar-X diubah menjadi cahaya. Dengan detektor-detektor a-Si, sebuah sintilator pada lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya. Cahaya kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-Si dimana cahaya tersebut dikonversi menjadi sebuah sinyal keluaran digital. Sinyal digital kemudian dibaca oleh film transistor tipis (TFT’s) atau oleh Charged Couple Device (CCD’s). Data gambar dikirim ke dalam sebuah computer untuk ditampilkan. Detektor a-Si adalah tipe FPD yang paling banyak dijual di industri digital imaging saat ini. 

b. Amorphous Selenium (a-Se)
Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor langsung karena tidak ada konversi energi sinar-X menjadi cahaya. Lapisan terluar dari flat panel adalah elektroda bias tegangan tinggi. Elektrode bias mempercepat energi yang ditangkap dari penyinaran sinar X mealui lapisan selenium. Foton-foton sinar-X mengalir melalui lapisan selenium menciptakan pasangan lubang electron. Lubang-lubang elektron tersebut tersimpan dalam selenium berdasarkan pengisian tegangan bias. Pola (lubang-lubang) yang terbentuk pada lapisan selenium dibaca oleh rangakaian TFT atau Elektrometer Probes untuk diinterpretasikan menjadi citra. 
2) High Density Line Scan Solid State device
Tipe penangkapan gambar yang kedua pada DR adalah High Density Line Scan Solid State device. Alat ini terdiri dari Photostimulable Barium Fluoro Bromide yang dipadukan dengan Europium (BaFlBr:Eu) tatu Fosfor Cesium Bromida (CsBr).
Detektor fosofor merekam energi sinar-X selama penyinaran dan dipindai (scan) oleh sebuah dioda laser linear untuk mengeluarkan energi yang tersimpan yang kemudian dibaca oleh sebuah penangkap gambar digital Charge Coupled Devices (CCD’s). Image data kemudian ditransfer oleh Radiografer untuk ditampilkan dan dikirim menuju work stasion milik radiolog.
C. Analog to Digital Converter
Komponen ini berfungsi untuk merubah data analog yang dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat diinterpretasikan oleh komputer.
D. Komputer
Komponen ini berfungsi untuk mengolah data, manipulasi image, menyimpan data-data (image), dan menghubungkannya dengan output device atau work station.
E. Output Device
Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor untuk menampilkan gambar. Melaui monitor ini, radiografer dapat menentukan layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan kepada work station radiolog. 
Selain monitor, output device dapat berupa laser printer apabila ingin diperoleh data dalam bentuk fisik (radiograf). Media yang digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk mengasilkan gambar.
Gambar yang dihasilkan dapat langsung dikirimkan dalam bentuk digital kepada radiolog di ruang baca melaui jaringan work station. Dengan cara ini, dimungkinkan pembacaan foto melaui teleradiology.

Kedokteran nuklir

Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta penelitian. Secara lengkap Definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah ilmu kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi terbuka (“unsealed’) baik untuk tujuan diagnosa, maupun untuk pengobatan penyakit (terapi), atau dalam penelitian kedokteran.
Kedokteran Nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh pasien (studi in-vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan biologis seperti darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung percobaan).


Secara umum bidang kedokteran nuklir dapat digolongkan dalam 4 jenis kegiatan yaitu :
1. Pemeriksaan radioaktivitas secara eksternal in vivo setelah pemberian radionuklida secara internal. Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui mulut, suntikan, atau dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:
- Citra atau gambar dari organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuan
peralatan kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging).
- Grafik atau skala yang menunjukkan akumulasi maupun intensitas radioisotop
- Sampel dari tubuh pasien yang mengandung radioisotope seperti darah atau urine,
untuk dicacah (teknik non-imaging).

2. Pengukuran radioaktivitas secara in vitro dalam eluat hasil ekskresi setelah pemberian radionuklida seperti : studi absorpsi vitamin, studi kandungan air dalam tubuh secar total (total body water), studi metabolisme dan aplikasi bidang hematologi,
3. Pemeriksaan in vitro
4. Terapi dengan radioisotop, misalnya pemberian iodium aktif untuk penyembuhan panyakit kaker tiroid.

SEJARAH
Penggunaan isotop radioaktif dalam bidang kedokteran dimulai tahun 1901
oleh Henri Danlos yang menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit TBC
kulit. Namun yang dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C De
Havessy yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat
radioaktif. Waktu itu yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan
ditemukannya radioisotop buatan, maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran nuklir adalah I-131. Pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena
sifatnya yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat
diperoleh dengan mudah, serta harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih
sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.


RADIOFARMAKA

Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir. Sediaan radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi..

Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah 1) murni satu nuklida saja, 2) murni secara radiokimia, 3) Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV , 4) stabil dalam bentuk senyawa , 5) Waktu paruh biologis pendek. Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain : Brom Sufatein I-131 (BSP), Hipuran I-131, Radio Iodinated Human Serum Albumin (RIHSA), Rose Bengal I-131, Tc-99m dalam bentuk senyawa Natrium Perteknetat, Thalium -201, Galium-68. Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi : I-131, Bi-212, Y-90, Cu-67, Pd-109. Radiofarmaka yang banyak dipakai untuk keperluan in-vitro test adalah I-125.

Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4 :
1. Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana (biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor nuklir atau dalam siklotron.
2. Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotop
3. Generator radioisotop ; untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi yang jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif. Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.
4. Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu :
- Waktu Paruh pendek (6,03 jam)
- Memancarkan gamma murni dengan energi 140 kev
- Mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain.
- Dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Oleh kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini adalah
sediaan radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit radiofarmaka,
sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.

Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah :
1. Active transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau dikeluarkan dari tubuh. Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hippuran diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
2. Phogocytosis : Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab difagosit oleh RES tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena maka dapat memeriksa scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa kelenjar getah bening.
3. Cell Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning limpa.
4. Capillary Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid (dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA untuk scanning perfusi hati
5. Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan saling bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh, contoh ; Polifosfat bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler otak.
6. Compartmental Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan placentografi). Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit untuk ventrikulografi jantung.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih radiofarmaka uantuk pemeriksaan adalah :
1. Jenis peluruhan radiasi ; Untuk keperluan pemeriksaan eksternal in vivo, sinar-gamma dengan energi 100-500 kev sangat ideal. Karena radiasi dengan energi lebih besar 500 kev akan mampu menembus pelindung dan sekat-sekat pada kolimator sehingga terjadi penurunan spatial resolution. Juga dengan energi sangat kecil (lebih kecil 20 kev) banyak penyerapan foton oleh jaringan sebelum mencapai detektor. Dengan demikian sinar gamma murni tanpa radiasi partikel yang dibutuhkan untuk diagnostik kedokteran nuklir.
2. Waktu Paruh : meliputi waktu paruh fisik yaitu waktu yang diperlukan zat radioaktif untuk mencapai kativitas setngah dari aktivitas mula-mula, waktu paruh biologis yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan setengah radionuklida murni dari suatu organ tubuh serta waktu paruh efektif yaitu waktu yang diperlukan setengah zat yang telah dimasukkan ke dalam tubuh.
3. Biological Behaviour : Menyangkut perlakuan organ tubuh terhadap radiofarmaka tersebut., sehingga penting untuk menentukan paparan radiasi dari suatu organ atau untuk mendapatkan hasil interpretasi. Juga dengan menetahui biological behaviuor kita dapat memperkirakan eskresi suatu radiofarmaka.]
4. Aktifitas tertentu (The specific activity) : Bagian radiofarmaka yang berperan memberikan foton yang penting untuk pendeteksian. Sebab dalam suatu materi dapat ditemui bagian yang bersifat non-radioaktif yang dapat merugikan.
5. Jenis Instrument : Berbagai jenis peralatan kedokteran nuklir sengaja didesain hanaya untuk radioisotop yang memiliki enrgi tertentu.

Deteksi radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori :
1. Delution, absoption dan excretion sudies : Bila penderita disuntikkan sejumlah radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya, maka delution yang terjadi atau prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat ditentukan melalui sampel darah, urin, feses dan lain-lain.
2. Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka diberikan pada seorang pasien kemudian diukur berapa persen yang ditangkap suatu organ, misal Thyroid Up-take.
3. Dinamic function study : Suatu radiofarmaka dipelajari saat mencapai atau meninggalakan suatu organ. Misal ; pada pemeriksaan cerebral blood flow, renogram.
4. Organ system atau pool Visualization : Setalah radiofarmaka dimasukkan ke dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji dalam bentuk gambar. Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood pool , Bone scan.
5. In vitro test
6. Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita, misalnya pada pemeriksaan T3 x T4.

Ada 2 macam gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
1. Hot area, artinya daerah abnormal yang menunjukkan kenaikan up take (distribusi yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh ; bone scanning dan brain scanning.
2. Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh organ tubuh yang normal sehingga pada keadaan abnormal timbul penurunan aktivitas atau cold area. Contoh : scanning liver, thyroid.

Instrumentasi Kedokteran Nuklir
Berikut ini komponen pokok kedokteran nuklir yaitu :
1. Stationary Probe : Baiasanya untuk pemeriksaan : test konsentrasi pada organ maupun dinamic test. Data yang diperoleh, berupa count per unit waktu, atau waktu yang dibutuhkan untuk sejumlah count tertentu.
2. Well Counter : Prinsip kerja sama dengan stationary probe yaitu berupa count per waktu tetapi hanya dikhususkan untuk counting dari sampel berupa urine, darah feces dan lain-lain (in vitro test).
3. Scanner : Menghasilkan gambar 2 dimensi dari distribusi radiofarmaka dalam suatu organ. Dapat juga untuk menilai pada pemeriksaan-pemeriksaan concentration, delution, excretion dan absorbtion. Scanning berupagerakan maju-mundur melalui daerah yang diinginkan sehingga menghasilkan gambar yang tersusun dari garis-garis atau titik-titik. Ukuran dan jumlah kristal detektor NaI menetukan hasil dan kecepatan scanner. Semakin banyak detektor atau semakin besar ukuran kristalnya hasil semakin baik dan waktu scanning makin cepat.
4. Camera : Yaitu alat pencitraan yang dapat menyajikan gambar tanpa menggerakkan detektor.

SISTEM SARAF

SEL EKSITABEL 
= SEL PEKA RANGSANG
-SEL YANG BILA DIBERI RANGSANG-AN  YANG ADEKUAT MAMPU MENIM-BUL KAN  TERJADINYA POTENSIAL AKSI.

-YAITU : SEL SARAF DAN SEL OTOT

SEL SARAF = NEURON
l UNIT STRUKTURAL DAN FUNGSI-
    ONAL  TERKECIL DARI SISTEM
    SARAF
 JUMLAH   :  ± 10 11
NEURON TERDIRI DARI :
* DENDRIT à  PENERIMA RANGSANG
 * SOMA (PERIKARION, TUBUH SEL) à
   SEDIA BHN MAKANAN U/ HIDUP SEL
* AKSON à PENGHANTAR IMPULS
NEUROGLIA
lSEL PENYANGGA/SEL PENYOKONG NEURON
lJUMLAH  : 5-10 X NEURON
lYAITU :
   - SEL SCHWANN (SST) , SEL SATELIT (SST)
     OLIGODENDROSIT, SEL EPENDIMAL (SSP),
     ASTROSIT, MIKROGLIA (SSP)